Saturday, March 16, 2024

Misteri Sumur Jobong

Peninggalan Kerajaan Majapahit Tersembunyi di Surabaya

Kota Surabaya, sebagai salah satu kota terbesar di Indonesia, telah lama menjadi pusat sejarah dan budaya yang kaya. Namun, kekayaan sejarahnya terus memberikan kejutan bagi para peneliti arkeologi. Salah satu penemuan terbaru yang menghebohkan adalah Sumur Jobong, peninggalan kerajaan Majapahit yang baru-baru ini ditemukan. Sumur ini menjadi bukti nyata akan kejayaan peradaban Majapahit yang kini terungkap di tengah kota metropolitan modern.


Sejarah Tersembunyi.
Sumur Jobong ditemukan secara tidak sengaja oleh sekelompok pekerja konstruksi saat sedang melakukan penggalian untuk proyek renovasi gorong-gorong di sisi timur kampung yang seringkali menyebabkan banjir. 

Sumur Jobong ditemukan secara tidak sengaja. Persisnya saat pengerjaan box culvert di kampung. 

Dahulu saluran air itu memang cukup sempit dan dangkal dengan kedalaman hanya 40 cm dan lebar hanya 6 cm. Para pengurus kelurahan berinisiatif mengajukan permohonan renovasi dan disetujui pemerintah kota Surabaya.

Di tengah-tengah penggalian itu tiba-tiba sekop milik pekerja membentur benda keras. Pengawas proyek pun berusaha menghentikan penggalian.

Para pekerja pun dengan hati-hati menaikkan patahan bata besar yang berada di atas tumpukan tanah liat. Bata itu setebal kurang lebih 8 cm dengan panjang 35 cm dan lebar 20-25 cm. Anehnya, susunan bata ini sangat rapi, tidak berantakan seperti patahan bata pada umumnya.

Setelah semua bata berhasil disingkirkan dari tanah liat, baru kemudian tampak sebagian bibir sumur yang terlihat seperti bulan sabit. Penggalian terus dilakukan dengan mengeruk tanah yang ada di dalam sumur hingga membentuk cincin utuh.

Awalnya, para pekerja hanya mengira bahwa mereka menemukan sebuah sumur tua biasa. Namun, setelah diteliti lebih lanjut oleh para arkeolog, terungkaplah bahwa sumur ini jauh lebih dari sekadar sisa-sisa konstruksi kuno.

Penemuan yang Mengejutkan.
Ketika para arkeolog mulai melakukan penelitian lebih lanjut, mereka menemukan artefak-artefak yang mengesankan di sekitar sumur tersebut. Pecahan tembikar, reruntuhan bangunan, dan berbagai benda lainnya mulai terungkap dari dalam tanah. 

Ada 3 jenis sumur peninggalan era Majapahit berdasarkan bahan dan bentuknya. Pertama yang berbentuk persegi dengan dinding tersusun dari bata, lalu yang berbentuk silinder atau lengkungan dengan dinding dari bata, dan bentuk silinder dengan dinding dari 'jobong' atau tanah liat yang dibakar.

Penemuan semakin diperkuat dengan temuan tulang belulang manusia di dalamnya, yang kemudian diuji karbon untuk mengetahui usianya. Ada 2 tulang yang dikirimkan sehingga muncul 2 hasil uji karbon usia keduanya.

Hasil uji karbon itu menunjukkan bahwa tulang pertama itu mengacu pada periode antara tahun 1430-1600 Masehi. Sedangkan tulang kedua mengacu pada periode 1640.

Berdasarkan hasil uji karbon yang menunjukkan usia tulang dengan periode tahun itu, Bisa dibilang tulang itu berasal dari individu yang hidup di era Kerajaan Majapahit.

Seperti diketahui Kerajaan Majapahit berdiri di abad ke-13 hingga abad ke-16, tepatnya pada rentang tahun 1293-1527 Masehi. Umur tulang di Sumur Jobong itu membuktikan sudah ada kehidupan di kampung Pandean ketika Majapahit masih eksis.

Jadi Sumur Jobong didirikan pada abad ke-14 Masehi, pada masa pemerintahan salah satu raja Majapahit. Ini menunjukkan bahwa sumur ini bukan hanya infrastruktur biasa, tetapi mungkin memiliki peran penting dalam kehidupan sehari-hari masyarakat pada masa itu.

Makna Historis.
Penemuan Sumur Jobong memberikan wawasan baru tentang kehidupan di Surabaya pada masa lalu. Ini menunjukkan bahwa wilayah ini bukan hanya sekadar pemukiman kecil, tetapi mungkin merupakan pusat aktivitas ekonomi, sosial, atau bahkan keagamaan pada masa itu. Kedalaman sumur ini juga menunjukkan betapa canggihnya teknologi konstruksi pada masa Majapahit, mengingat sumur tersebut masih dalam kondisi baik setelah berabad-abad lamanya terkubur.

Penemuan arkeologi sumur Jobong di kampung Pandean menjadi pembukti adanya peradaban di delta Kalimas ini.

Dari pengamatan awal, peneliti sepakat bahwa sumur tua yang ditemukan warga itu mirip dengan jobong atau sumur di era Kerajaan Majapahit. Hal tersebut didukung dengan fungsi dari sumur jobong yaitu, selain berfungsi sebagai kebutuhan rumah tangga sehari-hari, juga digunakan untuk ritual keagamaan dan pertanian dalam skala kecil, misalnya untuk menyirami tanaman ketika kemarau.

Implikasi Arkeologis dan Budaya.
Penemuan Sumur Jobong juga memiliki implikasi besar dalam bidang arkeologi dan budaya. Ini memperluas pemahaman kita tentang jaringan perdagangan dan pertukaran budaya di Nusantara pada masa lalu. Selain itu, penemuan ini juga menghidupkan kembali minat terhadap warisan sejarah lokal di Surabaya, mendorong upaya pelestarian lebih lanjut terhadap situs-situs bersejarah di kota ini.

Temuan berupa sumur jobong bertumpuk dua. Jobong itu berupa bis terakota yang terbuat dari tanah liat seperti yang banyak ditemukan ditemukan di situs Trowulan, Mojokerto. Jobong bertumpuk yang ditemukan juga memiliki ukuran yang berbeda. Untuk jobong atas diameternya 83 cm, ketebalan 2,5 cm, tinggi 48 cm. Selanjutnya yang ada di bawah itu lebih kecil, diameter 69 cm, ketebalan 3 cm dan tinggi 49 cm.

Sebuah batu bata raksasa yang ditemukan di dalam jobong juga dipastikan sama dengan yang kerap ditemukan di Trowulan. Material yang dipakai juga sama denganciri khas batu bata di Mojokerto.

Temuan sumur Jobong di Kota Pahlawan membuka tabir baru pengaruh jejak Majapahit. Kejayaan Majapahit itu menegaskan peran sentral kebudayaan mereka dalam pembentukan berbagai kehidupan di hilir sungai.

Kejayaan kerajaan Majapahit yang tersohor di seluruh nusantara meninggalkan beberapa kisah yang sulit untuk dilupakan di Surabaya.

Konon, dulu ada cerita bahwa Kota Surabaya itu namanya ujung galuh. Dengan adanya bukti-bukti sejarah ini, maka berarti betul bahwa Surabaya itu jadi kota pada zaman Majapahit. Oleh karena itu, bukti sejarah ini bisa menjadi situs dan kawasan yang dilindungi, sehingga nantinya bisa dimanfaatkan untuk sektor turisme di Surabaya.

Upaya Pelestarian.
Dengan mengingat nilai historis dan budayanya, pemerintah setempat bersama dengan komunitas arkeolog dan sejarawan berencana untuk menjaga dan memulihkan Sumur Jobong. Upaya pelestarian ini tidak hanya akan melindungi peninggalan berharga ini dari kerusakan lebih lanjut, tetapi juga akan membantu mempromosikan kesadaran akan warisan budaya Surabaya kepada generasi mendatang.

Batu-batuan kali ditempatkan di bibir sumur. Sumur Jobong dibuat beberapa lapis. Lengkungan bulat juga bukan dari besi atau beton. Melainkan dari tanah liat. Uniknya, kedalamannya kurang dari 1 meter. ’Paling bawah itu pasir. Air menyumber dari situ.

Meski diameter sumur sekitar 83 sentimeter dengan kedalaman kurang dari 1 meter, air di Sumur Jobong tidak pernah habis. Bahkan, saat disedot dengan mesin pompa pun tidak bisa habis. 



Penemuan Sumur Jobong di Surabaya telah membuka pintu menuju masa lalu yang terlupakan dari kerajaan Majapahit. Ini bukan hanya penemuan arkeologis biasa, tetapi juga jendela yang membuka pemahaman kita tentang sejarah, budaya, dan peradaban masa lampau. Dengan upaya pelestarian yang tepat, Sumur Jobong akan terus menjadi saksi bisu dari kejayaan kerajaan Majapahit yang kini terungkap di tengah-tengah kehidupan modern Surabaya.


Sumber :
https://tourism.surabaya.go.id/destination/0982c216-942f-4ed6-beee-fd03c1b40ddf
https://www.detik.com/jatim/budaya/d-6807941/sumur-jobong-bukti-peneleh-kampung-tertua-di-surabaya
https://www.detik.com/jatim/budaya/d-6814038/detik-detik-temuan-sumur-jobong-yang-menguak-peradaban-tertua-surabaya?single=1
https://daerah.sindonews.com/berita/1439938/29/sumur-jobong-dan-kisah-kejayaan-majapahit-di-surabaya
https://www.jawapos.com/surabaya-raya/01634585/sumur-jobong-di-peneleh-surabaya-jadi-tempat-ritual-para-empu-sebelum-membuat-pusaka?page=2&_gl=1*1lbbivf*_ga*bXJKaG0yUmtkcUpnMHhDemJTd3paV0dvY0gySm9KODRrSkUzbk44UEl2anJVSUJuV08wazFNUGM3LW8xTmNNZA..#google_vignette

No comments:

Post a Comment