Sejarah Perayaan Tahun Baru, Dulunya Dirayakan 11 Hari Berturut-turut!
Niken Bestari - Jumat, 30 Desember 2022 | 15:00 WIB
Sejak kapan perayaan tahun baru dilaksanakan? Kita cari tahu sejarah perayaan tahun baru, yuk! Ternyata dulu tahun baru dirayakan selama 11 hari, lo! Hal ini menarik diketahui, karena tahun baru dirayakan oleh seluruh masyarakat dunia, tak terkecuali Indonesia.
Perayaan tahun baru memang identik dengan pesta kembang api pada 31 Desember hingga 1 Januari dini hari. Tak lupa, kita akan melakukan hitungan mundur bersama-sama. Ternyata, tradisi perayaan tahun baru sudah ada sejak ribuan tahun lalu, lo!
Meski masyarakat zaman kuno ada yang belum menggunakan kalender Masehi seperti sekarang ini, mereka merayakan tahun baru berdasarkan penanggalan masing-masing. Berikut sejarah perayaan tahun baru Masehi seperti dirangkum dari Kompas.com.
Sejarah Perayaan Tahun Baru
Sejarah perayaan tahun baru sudah ada sejak ribuan tahun lalu, yakni sekitar 4.000 tahun lalu di Babilonia Kuno. Namun, saat itu tahun baru tidak dirayakan pada 1 Januari. Bagi orang Babilonia kuno, permulaan tahun adalah bulan baru setelah fenomena vernal equinox.
Fenomena vernal equinox adalah hari di mana durasi siang hari dan durasi malam hari adalah sama. Biasanya, fenomena ini terjadi pada bulan Maret pada penanggalan Masehi. Untuk menyambut tahun baru, masyarakat Babilonia Kuno menggelar festival keagamaan besar-besaran yang disebut Akitu.
Pada festival Akitu, bangsa Babilonia kuno mengadakan ritual tahun baru selama 11 hari berturut-turut. Sumber lain mengungkapkan bahwa perayaan tahun baru telah dilakukan oleh masyarakat Mesopotamia sekitar 2000 SM
Bangsa Mesopotamia merayakan pergantian tahun saat matahari tepat berada di atas garis ekuator atau khatulistiwa, yang sekarang bertepatan dengan 20 Maret. Perayaan tahun baru oleh bangsa Mesopotamia itu disebut Nowruz, yang sampai saat ini masih dilakukan di beberapa negara Timur Tengah.
Perayaan Tahun Baru 1 Januari
Sejarah perayaan tahun baru pada 1 Januari pertama kali dilakukan di masa Kaisar Romawi Julius Caesar pada 46 SM. Kala itu, Julius Caesar memutuskan mengganti penanggalan Romawi yang terdiri dari 10 bulan atau 304 hari yang dibuat Romulus pada abad ke-8.
Kemudian, Julius Caesar mengenalkan kalender Julian yang terdiri dari 365 hari. Kalender Julian Masehi itu memiliki dua bulan tambahan, yakni Januari dan Februari di awal tahun. Selain itu, 1 Januari ditetapkan sebagai hari pertama dalam satu tahun.
Julius Caesar juga memerintahkan tambahan satu hari setiap empat tahun sekali, yakni pada Februari. Nama bulan Januari diambil dari nama dewa dalam mitologi Romawi, yaitu Dewa Janus, yang memiliki dua wajah menghadap ke depan dan ke belakang.
Masyarakat Romawi Kuno meyakini bahwa Dewa Janus adalah dewa yang mampu melihat masa lalu, sekaligus masa depan. Untuk menghormati Dewa Janus, orang-orang Romawi mengadakan perayaan setiap 31 Desember tengah malam guna menyambut 1 Januari.
Perayaan tahun baru 1 Januari pertama dilakukan oleh orang Romawi Kuno dengan memuja Dewa Janus, dengan melakukan festival dan pemujaan. Kemudian, bangsa Romawi Kuno meniru bangsa Tiongkok yang menggunakan kembang api dalam perayaan hari besar.
Nah, itulah kenapa perayaan tahun baru identik dengan kembang api, teman-teman. Indonesia pun juga merayakan tahun baru dengan pesta kembang api. Selain itu, ada banyak tradisi perayaan tahun baru di Indonesia, salah satunya ada pesta bakar-bakar barbekyu.
https://bobo.grid.id/read/083635249/sejarah-perayaan-tahun-baru-dulunya-dirayakan-11-hari-berturut-turut?page=all
Sejarah Perayaan Malam Tahun Baru, Siapa yang Pertama Kali Merayakan?
Kompas.com - 31/12/2021, 14:23 WIB
Tito Hilmawan Reditya Penulis Lihat
Peradaban di seluruh dunia merayakan awal setiap tahun baru setidaknya selama empat milenium. Saat ini, sebagian besar perayaan Tahun Baru dimulai pada 31 Desember, atau disebut Malam Tahun Baru, hari terakhir kalender Gregorian, dan berlanjut hingga dini hari 1 Januari. Tradisi umum termasuk menghadiri pesta, makan makanan khusus Tahun Baru, membuat resolusi untuk tahun baru, dan menonton pertunjukan kembang api.
Dilansir History, perayaan paling awal yang tercatat untuk menghormati kedatangan tahun baru dimulai sekitar 4.000 tahun yang lalu di Babel kuno. Bagi orang Babilonia, bulan baru pertama terjadi setelah vernal equinox atau hari di akhir Maret. Saat itu, jumlah sinar matahari dan kegelapan yang sama menandakan dimulainya tahun baru.
Mereka menandai kesempatan itu dengan festival keagamaan besar-besaran yang disebut Akitu yang melibatkan ritual berbeda setiap 11 hari. Sepanjang zaman kuno, peradaban di seluruh dunia mengembangkan kalender yang semakin canggih. Kalender biasanya menyematkan hari pertama tahun itu ke acara pertanian atau astronomi.
Di Mesir, misalnya, tahun dimulai dengan banjir tahunan Sungai Nil, yang bertepatan dengan terbitnya bintang Sirius. Sementara itu, hari pertama tahun baru China terjadi dengan bulan baru kedua setelah titik balik matahari musim dingin.
https://www.kompas.com/global/read/2021/12/31/142300170/sejarah-perayaan-malam-tahun-baru-siapa-yang-pertama-kali-merayakan-.
Konspirasi Masehi & Tahun Baru
Penulis Al-Anwar Media -29 Desember 20222792 1
Pernahkah anda terpikir bagaimana asal-usul Tahun Baru Masehi? Atau kenapa event Natal dan Tahun Baru Masehi terlihat dengan corak yang sama dan bernuansa Kristiani?. Di sini anda akan menemukan fakta Konspirasi di balik serba-serbi Tahun Baru Masehi.
Tak terasa 2 hari lagi 2022 akan meninggalkan kita. Banyak kenangan manis ataupun getir di dalamnya. Lalu kemudian, doa dan harapan datang dari postingan-postingan instagram story kekinian untuk menyambut tahun baru 2023.
Seluruh penjuru dunia akan serentak merayakan pelepasan tahun 2022 pada malam 31 Desember sampai pukul 00:01 di tiap-tiap waktu masing-masing daerah dan negara. Mirisnya, beberapa orang ada yang merayakannya dengan pesta seks bebas. Naudzubillah.
Perayaan tahun baru di Indonesia biasa dimeriahkan dengan menyalakan kembang api dan melepas balon api ke udara. Kaum muda-mudi juga tak mau ketinggalan ikut memeriahkan momen pergantian tahun baru.
Sayangnya, beberapa media memberitakan perayaan tahun baru oleh muda-mudi ini terbilang sangat negatif dan dan menunjukkan kemerosotan moral para penerus bangsa ini. Pada 2010 lalu, di Riau, sempat heboh karena pada perayaan tahun baru para muda-mudi di sana malah “kumpul kebo”. Naudzubillah, miris sekali.
Asal-Usul Perayaan Tahun Baru
Kalau kita cermati dari beberapa hal negatif perayaan tahun baru di berbagai negara, seperti Brazil, Rusia, Amerika, dan bahkan Indonesia pada era modern seperti sekarang, rasanya aneh jika tradisi ini tidak lahir dengan perayaan yang negatif pula.
Adalah bangsa Babilonia, Mesopotamia yang memelopori tradisi perayaan tahun baru pertama kali. Masyarakat Mesopotamia merayakan pergantian tahun baru dengan mengarak berhala-berhala mereka mengelilingi kota. Mereka menyebutnya dengan ritual Akitu.
Dewa Marduk Mitologi Babilonia, Mesopotamia
Mereka merayakan tahun baru sebagai anggapan kemenangan Dewa Langit Marduk melawan Dewi Laut yang jahat, Tiamat. Perayaan berlangsung selama 11 hari, dan selama masa perayaan itu Raja Babilonia mengenakan mahkota baru sebagai simbol mandat dari sang ilahi.
Masyarakat Mesopotamia merayakan tahun baru mereka pada awal musim semi yang bertepatan dengan pertengahan bulan Maret sekitar tahun 1696-1654 SM.
Pada mulanya orang-orang Romawi Kuno merayakan tahun baru di bulan Maret, yakni tanggal 1 Maret. Penetapan tanggal 1 Maret sebagai tahun baru adalah perintah dari sang pendiri Roma, yakni Romulus pada abad ke-8 SM yang menerapkan penanggalan dalam setahun terdiri dari 10 bulan 304 hari.
Kemudian pada masa kepemimpinan Julius Caesar, perayaan tahun baru berubah menjadi tanggal 1 Januari. Sempat berubah lagi menjadi tanggal 25 Maret, lalu oleh Paus Gregorius XIII awal Tahun Baru kembali seperti semula, 1 Januari.
Kalender Yahudi Berbahasa Ibrani
Berbeda dengan Mesopotamia dan Romawi, orang-orang Yahudi merayakan tahun baru mereka pada awal bulan September sampai dengan awal bulan Oktober, yakni tanggal 6 September sampai 5 Oktober. Orang Yahudi menyebutnya dengan nama Rosh Hashanah.
Bulan Oktober, Awal Tahun Sebenarnya
Menurut penuturan KH. Maimoen Zubair, beliau mendengar dari gurunya, Syekh Yasin bin Isa al-Fadani, bahwa perhitungan falak Syekh Yasin yang merujuk pada penggalan surah at-Taubah ayat 108, tahun baru sebenarnya jatuh pada bulan Oktober. Dalam firman Allah:
لَمَسْجِدٌ اُسِّسَ عَلَى التَّقْوٰى مِنْ اَوَّلِ يَوْمٍ اَحَقُّ اَنْ تَقُوْمَ فِيْهِۗ
“Sungguh, masjid yang didirikan atas dasar takwa, sejak hari pertama adalah lebih pantas engkau melaksanakan salat di dalamnya.”
At-Taubah: 108
Ayat ini turun pada saat Rasulullah SAW hijrah menuju Madinah dari kota Makkah. Masjid yang terdapat pada ayat tersebut adalah Masjid Quba, terletak sekitar 5 km arah tenggara dari kota Madinah dan pembangunannya bertepatan dengan awal bulan Oktober.
Makna “Di Awal Hari” pada ayat tersebut berarti hari pertama di awal tahun yang mengindikasikan bahwa awal perhitungan penanggalan matahari sejak matahari berada di selatan. Firman Allah pada surah al-Quraisy ayat 1-2 juga mendukung gagasan Syekh Yasin ini.
Allah berfirman:
لِاِيْلٰفِ قُرَيْشٍۙ (1) إِيلَافِهِمْ رِحْلَةَ الشِّتَاءِ وَالصَّيْفِۚ (2)
“Karena kebiasaan orang-orang Quraisy {1}, (yaitu) kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin dan musim panas. {2}”
Quraisy: 1-2
Pada ayat ini Allah lebih dulu menyebut kata Syitaa yang berarti musim dingin, baru kemudian Allah menyebut kata Shaif yang berarti musim panas. Artinya awal kali titik balik atau ekuinoks musim gugur-dingin pada bulan Oktober dan posisi matahari berada di sebelah selatan.
Sejarah Sebelum Tahun Masehi
Sebelum seperti sekarang ini, orang-orang pada zaman sebelum populernya penanggalan Masehi sudah memiliki penanggalan mereka sendiri sesuai suku, daerah, kepercayaan, atau wilayah kerajaan masing-masing.
Peradaban tertua di dunia, Babilonia, Mesopotamia memiliki kalender penanggalan mereka sendiri. Kalender Babel atau Babilonia adalah kalender lunisolar atau suryacandra yang 1 tahunnya terdiri dari 12 bulan lunar, masing-masing berawal ketika bulan sabit baru terlihat di ufuk barat saat matahari terbenam.
Sama-sama menggunakan kalender lunisolar, orang-orang Yahudi pertama kali mencetuskan kalender mereka sekitar sebelum abad ke-7 SM. Kalender Yahudi ini dimulai dari musim gugur, dan setiap bulannya terdiri dari 29 atau 30 hari.
Peradaban Romawi & Asal-Usul Tahun Masehi
Sekitar pada tahun 753 SM, seorang anak laki-laki dari Rhea Silva keturunan pahlawan Troya bernama Romulus membangun Kota Roma, Kerajaan, dan Peradaban Romawi Kuno yang sekaligus menjadi raja pertama Kerajaan Romawi Kuno.
Romulus adalah orang yang menetapkan penanggalan Roma untuk pertama kalinya dalam sejarah Romawi. Kalender penanggalan Romulus ini terdiri dari 10 bulan 304 hari dan dimulai dari bulan Maret sampai bulan Desember.
Kemudian sepeninggal Romulus, Namu Pompilius sebagai pewaris interrex kerajaan Romawi selanjutnya menambahkan bulan Januarius (Januari) dan Februarius (Februari) pada penanggalan Romawi sehingga menjadi 12 bulan.
Dewa Janus yang memiliki dua wajah
Dewa Janus dalam Mitologi Romawi sebagai Dewa Awal dan Akhir. Nama Januarius berasal dari nama Dewa Janus yang berarti pembuka atau awal tahun baru.
Kata Januarius terinspirasi oleh nama Dewa Janus mitologi Romawi Kuno yang memiliki dua wajah dan orang Babilonia menganggapnya sebagai Dewa Gerbang dan Pembaharuan. Sedangkan Februarius adalah Dewa Kematian dan Pemurnian.
Nama-nama bulan dalam kalender Julius antara lain, Januarius, Februarius, Martius, Aprilis, Maius, Junius, Quintilis, Sextilis, September, Oktober, November, dan Desember. Selain Quintilis, Sextilis, September, Oktober, November, dan Desember, semuanya adalah nama-nama dewa dalam Mitologi Romawi.
Kalender Julius
Julius Caesar pada tahun 46 SM memelopori pembuatan penanggalan baru. Julius Caesar menganggap kalender Romawi Kuno sudah tidak akurat dan tidak relevan lagi. Era sebelum tahun 45 SM disebut dengan “Era Bingung” karena Julius Caesar menyisipkan 90 hari ke dalam kalender tradisional Romawi.
Ia bersama seorang astronom asal Mesir (versi lain mengatakan berasal dari Yunani) bernama Sosigenes membuat kalender barunya dan menetapkan tanggal 1 Januari sebagai tahun baru. Julius Caesar menamakan kalender barunya dengan nama Kalender Julius atau Julian dari namanya sendiri.
Kemudian setelah kematiannya pada tahun 44 SM, masyarakat Romawi mengganti nama bulan ke-7 atau Quintilis menjadi Juli sebagai bentuk penghormatan kepada Julius Caesar.
36 tahun setelahnya, yakni pada tahun 8 SM, masyarakat Romawi melakukan pergantian nama bulan ke-8 atau Sextilis menjadi Agustus. Mereka melakukannya juga sebagai bentuk penghormatan kepada Kaisar Oktavianus Augustus putra Julius Caesar.
Kalender Julius ini masih terus digunakan berselang sangat lama sampai pada kelahiran Nabi Isa AS dan penyebaran agama Kristen pada tahun 70 M di tanah Romawi. Sejak kelahiran Nabi Isa AS, istilah “Tahun Masehi” baru dihitung dan digunakan.
Setelah sekian lama agama Kristen terus berjuang dalam penyebarannya, akhirnya pada tahun 306 M saat kepimpinan Kaisar Konstantinus Agung di Romawi, agama Kristen mulai menjadi agama yang dominan di Romawi berkat sang Kaisar yang juga pemeluk agama Kristen.
Sejak saat itu Romawi dan daerah-daerah kekuasaannya mulai menyebut Kalender Julius sebagai Kalender Masehi. Dalam bahasa Romawi atau bahasa Latin mereka menyebut istilah Masehi dengan nama Anno Domini yang berarti “Tahun Tuhan” atau “Di Tahun Tuhan Kita”.
Meskipun sampai saat ini para sejarawan tidak mengenal tahun 0 M yang menyebabkan kerancauan dalam perhitungan sains dan astronomi karena terdapat selisih 1 tahun antara sistem Kalender Masehi dan Sebelum Masehi.
Kalender Gregorius
Pengistilahan Kalender atau Tahun Masehi terus menyebar ke seluruh penjuru Eropa sampai abad ke-8 M, seiring dengan perluasan wilayah Romawi dan perang salib sebagai misi terselubung penyebaran agama Kristen di benua Eropa dari abad ke-11 sampai abad ke-13 M.
Pada awal abad pertengahan, sebagian besar orang Kristen Eropa menganggap tanggal 25 Maret, sebagai awal Tahun Baru. Namun untuk di Anglo-Saxon Inggris, perayaan awal Tahun Baru jatuh pada 25 Desember.
Kemudian, Raja Inggris William I atau yang terkenal dengan William Sang Penakluk memutuskan bahwa Tahun Baru Masehi adalah 1 Januari. Tak berselang lama, Inggris kemudian bergabung dengan negara-negara Kristen dan menetapkan 25 Maret sebagai awal Tahun Baru.
Pada 1582, Gereja Katolik Roma mengadopsi Kalender Gregoria besutan Paus Gregorius XIII sebagai pimpinan Gereja Katolik Roma, yang mengembalikan keputusan bahwa 1 Januari adalah Tahun Baru.
Adat Sesat Penambahan Hari & Bulan
Peradaban Babilonia dan Yahudi sama-sama menambahkan bulan dalam tahun kabisat mereka, yakni bulan ke-13. Pada abad ke-5 SM kalender Babilonia menjadi sepenuhnya observasional.
Kemudian sekitar pada tahun 499 SM, bulan-bulan Kalender Babel diatur dengan siklus 19 tahun-an atau setara 235 bulan. Pada siklus 19 tahun-an ini ahli penanggalan Babel menambahkan bulan ke-13 yang mereka namakan bulan Adaru II sebagai bulan kabisat.
Mengikuti jejak peradaban pendahulunya, orang-orang Yahudi juga menambahkan 1 bulan dalam tahun kabisat mereka yang diberi nama bulan Adar II, mirip dan memang satu serangkaian kata yang sama dengan nama bulan Adaru II milik Babilonia.
Orang-orang Romawi saat masa kekuasaan Julius Caesar pada tahun 46 SM dan orang-orang Kristen Eropa pada masa Paus Gregorius XIII tahun 1582 M juga melakukan hal serupa.
Julius Caaesar dua kali melakukan penambahan hari dalam catatan sejarah. Yang pertama, menambahkan 23 hari dalam setahun dengan total 445 hari dalam setahun pada tahun 46 SM. Dan yang kedua, menambah 67 hari di antara bulan November dan Desember yang berarti pada tahun itu hitungan setahun terdiri dari 15 bulan.
Paus Gregorius XIII Pimpinan Gereja Katolik Roma Tahun 1582
Paus Gregorius XIII mencetuskan penanggalan baru menggantikan kalender Julius dengan namanya sendiri, Kalender Gregorius atau Gregorian yang sekarang telah dan populer dengan istilah penanggalam Masehi modern.
Pada tahun 1582, ia membuat keputusan penanggalan bahwa setiap angka pergantian abad, yakni pada tahun yang tidak habis dibagi 400 -misalnya tahun 1700, 1800 dan seterusnya- bukan lagi sebagai tahun kabisat.
Adanya aturan Kalender Gregorian dalam hal tahun kabisat menyebabkan keesokan hari pada tanggal 5 Oktober hari Jumat 1582 loncat ke tanggal 15 Oktober hari Minggu 1582. Penghapusan 10 hari atau 10 tanggal itu karena alasan mengakomodir sisa 0,00780121 dalam setahun penanggalan matahari pada Kalender Gregorian.
Dalam Al-Quran, 1 Tahun Adalah 12 Bulan
Dalam Al-Quran jumlah bulan dalam setahun terdapat 12 bulan, tidak kurang dan tidak lebih. Allah SWT berfirman:
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ
“Sesungguhnya jumlah bulan menurut Allah ialah dua belas bulan, (sebagaimana) dalam ketetapan Allah pada waktu Ia menciptakan langit dan bumi, di antaranya ada empat bulan yang dimuliakan.”
At-Taubah: 36
Dalam kitab Al-Bahrul Muhith karya Imam Ibnu Hayyan al-Andalusi, menceritakan orang Arab sebelum kelahiran Rasulullah SAW membuat penanggalan dalam terdiri dari 13 bulan. Mereka percaya bahwa di antara 4 bulan yang mulia itu mereka mendapatkan kesialan.
4 bulan itu ialah Dzul Qa’dah, Dzul Hijjah, Muharram, dan Rajab. Seseorang keturunan Bani Kinanah yang bernama Hudzaifah, menulis ulang penanggalan dengan menambahkan bulan Shafar Tsaniy atau Shafar II. Mirip seperti orang Yahudi dan Babilonia pada penanggalannya.
Hudzaifah Pencetus Penanggalan Arab
Hudzaifah dan para orang Arab pada zaman itu meyakini datangnya kesialan dan paceklik pada saat 4 bulan tersebut. Hudzaifah yang memiliki inisiatif, akhirnya mengubah nama bulan Muharram menjadi Shafar, dan Shafar yang asli menjadi Shafar II.
Teguran Allah Atas Perbuatan Orang Kafir
Kemudian pada masa kenabian Rasulullah SAW, Allah SWT menegur perbuatan orang-orang yang menambahkan jumlah hari atau bulan. Allah SWT menegur dengan firmannya pada surah at-Taubah ayat 37 sebagai lanjutan dari ayat sebelumnya;
إِنَّمَا ٱلنَّسِيٓءُ زِيَادَةٌ فِي ٱلكُفرِۖ يُضَلُّ بِهِ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ يُحِلُّونَهُۥ عَامًا وَيُحَرِّمُونَهُۥ عَامًا لِّيُوَاطِٔئُواْ عِدَّةَ مَا حَرَّمَ ٱللهُ فَيُحِلُّواْ مَا حَرَّمَ ٱللهُۚ زُيِّنَ لَهُمْ سُوٓءُ أَعْمَٰلِهِمۗ وَٱللهُ لَا يَهْدِي ٱلقَوْمَ ٱلكَٰفِرِيْنَ
“Sesungguhnya pengunduran (bulan haram) itu hanya menambah kekafiran. Orang-orang kafir disesatkan dengan (pengunduran) itu, mereka menghalalkannya suatu tahun dan mengharamkannya pada suatu tahun yang lain, agar mereka dapat menyesuaikan dengan bilangan yang diharamkan Allah, sekaligus mereka menghalalkan apa yang diharamkan Allah. (Setan) dijadikan terasa indah bagi mereka perbuatan-perbuatan buruk mereka. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.”
At-Taubah: 37
Ayat ini datang sebagai teguran atas perbuatan orang-orang kafir Arab. Dalam ilmu ushul fiqh terdapat kaedah العبرة بعموم اللفظ لا بعموم السبب. Yakni yang dipandang dalam nash syariat adalah keumuman lafadz bukan kekhususan sebab.
Mengacu pada nash dan kaedah ushul fiqh tersebut, ayat ini tidak hanya mencakup perbuatan orang kafir Arab. Ayat ini secara umum juga mencakup perbuatan orang-orang kafir Babilonia, Yahudi, dan Romawi.
Kesimpulan & Penutup
Sebagai muslim yang bijak dan taat, sudah sepatutnya untuk tidak mengikuti perayaan hari besar orang-orang non-muslim.
Meskipun yang kita lihat sekarang perayaan tahun baru Masehi tidak identik dengan agama Kristen, tetapi fakta sejarah telah membuktikannya. Yakni, bahwa perayaan tahun baru Masehi sangat erat kaitannya dengan sinkretisme-politeisme ajaran Kristen-Romawi.
Itu artinya merayakan tahun baru Masehi dalam pengkiasannya sama dengan mengucapkan selamat natal dalam bentuk menyerupai kaum Nasrani atau Kristen. Karena itulah merayakan tahun baru -terlebih dengan cara negatif seperti di muka- sangat tidak dianjurkan bagi umat muslim.
https://www.ppalanwar.com/konspirasi-masehi/5/
No comments:
Post a Comment